Wednesday, September 22, 2010

Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Pangan Peternakan Bermutu Aman dan Halal (2)

HALAMAN 2 dari 2 : Sebelumnya..

DUKUNGAN PENGOLAHAN PASCA PANEN PRODUK PETERNAKAN 

Peningkatan produksi pertanian belum dikatakan berhasil apabila tidak diikuti dengan penyelamatan hasil panen dan peningkatan nilai tambah melalui penerapan teknologi pascapanen. Selain itu penerapan teknologi pascapanen untuk mengembangkan model agroindustri bertujuan juga untuk memperluas kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan dan memacu pembangunan ekonomi pedesaan. Dengan memperhatikan tersedianya peluang pasar yang sangat potensial, pengembangan agribisnis dapat dilaksanakan dengan: 
  1. Memprioritaskan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah seperti petani, pengusaha industri kecil, pengrajin dsb dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian.
  2. Pemilihan bidang agroindustri yang akan dikembangkan dengan lebih mengutamakan bidang usaha yang dapat menciptakan lapangan usaha baru yang padat karya.
  3. Mengusahakan distribusi agroindustri yang lebih tersebar di pusat-pusat pertanian di pedesaan.
  4. Mendorong perubahan struktur ekspor dari komoditi pertanian ke arah komoditas olahan.
Langkah langkah pokok dalam pengembangan agroindustri sebagai usaha meningkatkan nilai tambah yang lebih besar melalui pembangunan industri pengolahan hasil pertanian yang mencakup :
  1. Dukungan penyediaan bahan sarana produksi maupun mesin dan peralatan pertanian.
  2. Peningkatan nilai tambah dari produk - produk pertanian melalui pertumbuhan industri kecil pedesaan maupun melalui pengembangan kelompok industri hulu dan hilir.
Potensi agro-industri untuk meningkatkan nilai tambah pada sektor peternakan, untuk pengembangan agribisnis masih sangat luas. Hasil peternakan merupakan bahan yang sangat mudah rusak sehingga perlu segera penanganan. Berbagai teknologi pengawetan dan pengolahan dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah produk.

Limbah hasil peternakan juga merupakan sumber bahan baku untuk berbagai kegiatan industri kecil dalam menghasilkan produk akhir maupun produk setengah jadi. Peningkatan produksi hasil peternakan yang sudah baik telah mendorong dan sekaligus merupakan tantangan dalam penanganan dan pengolahan hasilnya, sehingga produksi hasil ternak dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan gizi masyarakat, memperluas lapangan kerja, meningkatkan ekspor dan mengurangi impor serta memberikan dukungan terhadap pembangunan terutama dipedesaan.

MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK TERNAK HALAL

Sifat produksi hasil ternak yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi akan mempercepat proses kerusakan komoditi sehingga memerlukan penanganan pasca panen yang baik dan tepat. Teknik-teknik penanganan dan pengolahan hasil ternak yang dilakukan melalui penelitian diharapkan dapat mengamankan hasil produksi terhadap penurunan mutu agar dapat meningkatkan nilai tambah hasil ternak, baik dari segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun rasa, bebas dari jazat renik patogen serta residu bahan kimia, sehingga dapat memenuhi persyaratan pasar dalam dan luar negeri serta agroindustri pengolahan.

Komoditas daging harus memenuhi syarat, keamanan, kehalalan, dan kebersihan. Daging yang akan kita konsumsi haruslah daging yang baik dan sehat, aman dan halal dengan tanda-tanda: bersih/ terang, lapisan luar kering, berasal dari rumah potong (RPH / RPA) dengan sistem pemotongan yang halal, sudah ditiriskan, aroma tidak amis dan tidak bau asam, daging masih elastik dan tidak kaku, tidak ada memar.

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) model proses produksi menggunakan pendekatan proses yang melibatkan kegiatan identifikasi, interaksi antara proses dan pengelolaan proses-proses. Pendekatan proses menekankan kepada pentingnya memahami dan memenuhi syarat, kebutuhan untuk mempertimbangkan proses dalam pengertian nilai tambah, memperoleh kinerja proses dan keefektifannya dan perbaikan berkesinambungan proses berdasarkan pengukuran objektif. Model pendekatan proses terdiri dari tujuan, pelanggan, masukan, proses, hasil, luaran dan pengukuran umpan balik.

Tujuan dari proses produksi pemotongan ternak yang merupakan bahan baku olahan hasil ternak adalah untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan atau memuaskan pelanggan, yaitu produk daging yang halal. Oleh karena itu, identifikasi kebutuhan konsumen oleh produsen pangan harus dilakukan sebagai salah satu masukan dalam proses.

Produsen pangan dalam proses produksinya harus menerapkan suatu sistem yang dapat menjamin proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan pelanggan. Untuk menjamin proses sesuai dengan persyaratan halal, maka diterapkan sistem jaminan halal (HrACCP). Sistem HrACCP adalah pendekatan sistem yang digunakan untuk memberikan jaminan kehalalan produk. Sistem ini terdiri atas penerapan 6 prinsip HrACCP yaitu:
  1. Identifikasi bahan haram atau najis, 
  2. Penetapan titik-titik kritis kontrol kritis keharaman, 
  3. Prosedur monitoring, 
  4. Pembuatan lembar status preventif dan tindakan koreksi, 
  5. Pencatatan dokumentasi dan 
  6. Prosedur verifikasi.
Sistem jaminan halal yang harus digunakan di RPH / RPA untuk memudahkan produsen atau pelaku usaha yang bergerak dalam usaha pemotongan ternak dalam menjalankan sistem penyembelian ternak yang memenuhi syarat agama Islam.

Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemotongan ternak adalah: orang yang menyembelih adalah orang yang berakal sehat dan beragama Islam, alat yang digunakan harus tajam sehingga memungkinkan mengalirnya darah dan terputusnya tenggorokan serta saluran makanan dan minuman dan harus menyebut nama Allah saat menyembelih. Beberapa definisi istilah yang telah dituangkan dalam rancangan peraturan pemerintah tentang jaminan produk halal tahun 2003 dan pedoman produksi halal (Apriyantono et al., 2003) sebagai berikut:
  1. Halal merupakan sesuatu yang diperkenankan dan diizinkan oleh Allah SWT,
  2. Jaminan halal adalah kepastian hukum yang menjamin bahwa produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk halal lainnya untuk dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat,
  3. Kebijakan halal adalah persyaratan tertulis dari pimpinan puncak pelaku usaha yang berupa komitmen atau janji untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara sistem jaminan halal,
  4. Sasaran halal adalah hasil produksi yang memenuhi persyaratan halal,
  5. Organisasi halal adalah pelaksanaan sistem produksi halal yang terdiri dari perwakilan masing-masing bagian/divisi seperti bagian pembelian, pengendalian mutu, produksi dan pemasaran serta auditor internal halal yang dikoordinasi oleh koordinator halal,
  6. Koodinator halal adalah orang yang bertanggung jawab atas seluruh proses yang diperlukan untuk sistem produksi halal agar dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik,
  7. Auditor halal internal adalah orang yang merencanakan dan melaksanakan tanggung jawab audit penyembelihan dan produksi halal dan melaporkan hasil internal audit kepada koordinator halal.
  8. Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan pangan tertentu.
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENANGANAN KESEHATAN HEWAN DALAM PENYEDIAAN PRODUK PETERNAKAN

Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan, pendapatan dan pendidikan masyarakat, maka kebutuhan akan pangan yang berkualitas, bergizi dan aman dikonsumsi, akan terus menjadi tuntutan masyarakat. Hal ini sejalan dengan deklarasi yang dihasilkan dalam FAO/WHO Conference on Nutrition pada tahun 1992, bahwa mendapatkan pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi adalah hak setiap orang.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang berkualitas tersebut di atas, maka diperlukan teknologi yang tepat guna pada semua rantai produksi baik pada saat masa pra produksi, produksi dan pasca produksi (pasca panen).

Dalam pengembangan produksi pangan asal hewani/ternak, kita masih dihadapkan kepada permasalahan yang diakibatkan oleh munculnya berbagai penyakit hewan dan masalah kesehatan masyarakat veteriner, baik yang diakibatkan oleh penyakit hewan menular dan/atau penyakit zoonosis, serta masalah cemaran mikroba dan cemaran kimia (residu pestisida, hormon, logam berat, toksin dll.). Contoh nyata yang tengah dihadapi oleh masyarakat perunggasan Indonesia, adalah kejadian penyakit Avian Influenza (AI) yang berkepanjangan dan sangat mengganggu pada masa pra produksi, produksi dan pasca panen. Penyakit lainnya yang sesekali muncul seperti Antraks, Brucellosis, dan wabah penyakit Septichaemia epizootica (SE) pada sapi. Selain itu, penggunaan bahan kimia berupa hormon, antibiotik dan pestisida yang kurang terkendali masih merupakan tantangan yang perlu dihadapi.

Tentunya untuk mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi tersebut di atas maka diperlukan dukungan teknologi yang berkaitan dengan kesehatan ternak seperti tersedianya vaksin yang bermutu, teknik diagnosa penyakit yang cepat dan tepat, pakan ternak yang bebas cemaran serta kontrol kualitas mutu pakan/pangan hewani. Badan Litbang Pertanian, telah berupaya mengembangkan teknologi yang terkait dengan aspek kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan berbagai teknologi veteriner yang telah diperoleh sampai dengan saat ini seperti tersebut di bawah ini:

I. Teknologi veteriner mendukung keamanan pangan/pakan
  1. Kit ELISA aflatoksin untuk menganalisis kandungan aflatoksin pada pakan dan bahan baku pakan
  2. Teknik deteksi cemaran dan residu mikotoksin secara HPLC dan TLC
  3. Teknik deteksi antibiotika (tetrasiklin, khloramfenikol dan penicillin) dan hormon trenbolone secara HPLC
  4. Teknik deteksi cemaran dan residu pestisida (organophosphat dan organokhlorin) secara gas chromatography (GC)
  5. Teknik deteksi cemaran dan residu logam berat (Cd dan Pb) dan mineral (Cu, Zn, Mg dan Ca)
  6. Teknik pengujian bahan toksik ( nitrat, nitrit, ammonia, histamin, sianida, oksalat, sulfat dan khlorin) secara kuantitatif dan kualitatif
II. Teknologi veteriner untuk pengendalian penyakit menular unggas
  1. Teknik diagnosis Avian Influenza (AI) dengan RT-PCR, Real Time RT-PCR, serta analisis gene virus/sekuensing
  2. Deteksi kekebalan/antibodi terhadap virus Avian Influenza (AI) dengan uji HI.
  3. Deteksi infeksi virus Avian Influenza (AI) pada organ dengan uji immunohistokimia.
  4. Antigen AI untuk mendeteksi adanya kekebalan pada unggas yang terinfeksi penyakit Avian Influenza
  5. Antigen berwarna Mycoplasma gallisepticum (MG) untuk mendiagnosa adanya infeksi Mycoplasma gallisepticum pada ayam
  6. Antigen berwarna Mycoplasma synoviae (MS) untuk mendeteksi adanya infeksi Mycoplasma synoviae pada ayam
  7. Antigen Pullorum Polivalen untuk diagnosa cepat penyakit salmonellosis pada ayam
  8. Antigen ND (Newcastle Disease) untuk mendeteksi adanya kekebalan unggas terhadap penyakit ND
  9. Vaksin ND inaktif isolat lokal untuk ayam petelur yang dibuat dari virus ND velogenik galur ITA untuk vaksinasi booster
  10. Vaksin ND aktif RIVS2 berisi virus ND asimptomatik
  11. Vaksin kombinasi (ND+IBD) inaktif untuk pencegahan penyakit Newcastle disease yang dikembangkan dari isolat lokal
  12. Vaksin IB inaktif untuk pengebalan ayam terhadap penyakit infektius bronkhitis
  13. Vaksin Kolera Unggas adalah vaksin bivalen isolat lokal untuk pengendalian penyakit kolera unggas
  14. Vaksin Snot Trivalen untuk pencegahan penyakit snot (coryza) pada ayam
III. Teknologi veteriner mendukung pengendalian penyakit menular pada ruminansia
  1. Vaksin Eschericia coli Polivalen untuk pengendalian kolibasillosis anak sapi
  2. Vaksin ETEC Multivalen untuk pencegahan kolibasillosis pada anak babi
  3. Vaksin Blackleg Bivalen, untuk mencegah penyakit blackleg, gangrene dan malignant oedema pada sapi Closvak Multivaksin inaktif untuk pengendalian penyakit enterotoksemia pada sapi dan kerbau Budidaya ternak ruminansia besar, seperti sapi potong dan sapi perah pada dasarnya memerlukan investassi dan lingkungan memadai, seperti modal dan lahan serta dukungan pasar. Upaya peningkatan konsumsi protein hewani untuk meningkatkan gizi masyarakat melalui peningkatan populasi sapi secara tidak langsung dapat tercapai. Namun pada kenyataannya saat ini para masyarakat produser sapi potong maupun perah, terutama peternak kecil (smallholder) belum merasakan peningkatan konsumsi hewani yang signifikan, karena pada umumnya mereka lebih mengutamakan untuk mendapatkan uang tunai untuk keperluan sehari-hari. Diduga uang hasil penjualan tersebut dipakai sebagian besar untuk membeli pangan berasal karbohidrat ketimbang protein. Pilihan untuk mengkonsumsi harian daging sapi sangat kecil sekali, sementara untuk meminum air susu sapi, meskipun peluangnya lebih besar, namun agak segan dilakukan, karena peternak cenderung terlebih dahulu mencicil pinjaman modal ke koperasi.
  4. Aerovak SE 34 merupakan vaksin hidup aerosol untuk penyakit Septichamia epizootica (ngorok) pada sapi
  5. Antigen Brucella Rose Bengal untuk deteksi serologis penyakit brucellolis
  6. Antigen Brucella MRT (Milk Ring Test) untuk diagnosa penyakit brucellosis pada sapi
  7. PPD Tuberkulin untuk diagnosa penyakit tuberkulosis pada sapi dan hewan primata
Dengan tersedianya teknologi veteriner tersebut diatas, upaya pencegahan penyakit ternak serta kontrol penyakit ternak dapat lebih baik yang akan menghasilkan ternak yang sehat dan akhirnya dihasilkan produk pangan hewani yang memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) bagi masyarakat Indonesia.

PENUTUP

Mengingat bahwa rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia yang masih rendah dan baru memenuhi sekitar 69,8 % dari standar diusulkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, maka perlu dilakukan langkah-langkah antisiptif untuk pemenuhan gizi masyarakat. Sebagian besar kebutuhan pangan hewani berasal dari daging ayam broiler dan petelur sudah dapat dicapai, tetapi belum untuk susu dan daging sapi. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai teknologi pendukung berupa aspek budidaya, penanganan kesehatan ternak serta pengolahan paska panen produk peternakan dalam rangka meningkatkan suplai bahan pangan asal hewan di Indonesia. Namun demikian, masih diperlukan upaya sosialisasi dan diseminasi berbagai teknologi yang dihasilkan untuk diterapkan pada level produsen peternakan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
  • Ditjennak, 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertaniana RI.
  • Praharani, L., 2007. Revolusi putih. Wartalitbang (in press).
  • Raharjo, Y.C., 2006. Potensi dan peluang budidaya ternak kelinci untuk produksi daging, kulit-bulu dan hewan kesayangan. Bahan Road Show Primatani Balai Penelitian Ternak.
  • Siswono, 2005. Konsumsi protein hewani di bawah standar. http://www.republika.co.id/, 28 September 2005
  • Soedjana, T.D., 1996. Perkembangan konsumsi daging dan telur ayam di Indonesia.
  • Media Komunikasi & Informasi Pangan, Agribisnis Unggas, No. 29 (VIII): 35-44.
  • Suryana, A., K. Diwyanto, S. Bahri, B. Haryanto, IW. Rusastra, A. Priyanti dan H.
  • Hasinah, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi. Badan
  • Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
  • Sutama, I - K., 2007. Petunjuk Teknis Beternak Kambing Perah. Balai Penelitian Ternak kerjasama dengan P4MI, Badan Litbang Pertanian. 

Sumber : Litbang DEPTAN 

HALAMAN 2 dari 2 : Sebelumnya..

No comments:

Post a Comment